Newest Post
// Posted by :Unknown
// On :Kamis, 27 November 2014
Helm
Anti Kantuk Universitas Surabaya
Mengantuk saat mengemudi kerap kali berakhir celaka. Dua
mahasiswa Fakultas Teknik, Universitas Surabaya (Ubaya), Kristiawan Manik
dan Ricky Nathaniel Joevan menciptakan helm antikantuk. Inovasi ini meraih
medali emas di ajang International Invention Inovation and Design di Universiti
Teknologi Mara, Segamat, Johor, Malaysia. Sekilas helm ini tak berbeda dengan
helm kebanyakan. Hanya kabel sepanjang 1 meter yang terlihat menjulur ke luar.
Sementara perangkat modular tersimpan rapi di dalam helm.
Ricky
Nathaniel Joevan mengungkapkan, helm yang mereka namai Anti Drowsing System
(Androsys) ini memanfaatkan denyut nadi sebagai sensor kantuk saat mengemudi.
Dijelaskan
Ricky, pada kondisi normal jumlah denyut nadi seseorang 80 denyut per menit.
Jumlah ini akan menurun ketika mengantuk.
Saat itulah Androsys bekerja. Androsys ini terdiri dari tiga
bagian yakni input, prosesor dan vibrator. Bagian input terdiri dari sensor
denyut nadi (pulse sensore). Jika alat ini dipasang di bagian tubuh yang ada
nadinya seperti pergelangan tangan, leher dan tangan, maka dia akan
merekam denyutnya. Hasilnya akan dikirimkan ke prosesor. Prosesor helm yang
diletakkan di bagian dalam helm ini menggunakan mikro controler yang berfungsi
untuk menghitung denyut nadi yang diterima. Jika denyut nadinya kurang dari 80
denyut per menit maka mikro controler akan mengeluarkan pesan untuk disalurkan
ke vibrator.
Selanjutnya vibrator yang dilekatkan di kepala bagian atas
akan bergetar.
”Getaran
inilah yang berfungsi agar yang memakainya tidak jadi mengantuk,”kata Ricky
saat ditemui di kampusnya, Senin (25/8/2014).
Bagi
pengendara yang sudah mengantuk berat, getaran itu bisa dipakai tanda sehingga
dia berhenti mengendarai motornya. ”Saya sudah mencoba helm ini, dan ternyata
memang benar, ketika mengantuk langsung ada getaran sehingga rasa kantuknya
langsung hilang,” kata Kristiawan menimpali. Diakui Kristiawan, ide pembuatan
alat ini muncul ketika dia mendapat tugas mata kuliah Design Project. Saat itu
mereka sempat membaca berita di surat kabar bahwa angka kecelakaan paling
banyak dipicu karena pengendaranya mengantuk.
Pada
mudik lebaran tahun 2013 tercatat ada 3.675 kecelakaan yang diakibatkan
pengendara mengantuk. ”Dari situ, kami
berpikir untuk menciptakan alat pencegak rasa kantuk bagi pengendara motor yang
efektif, efisien dan ekonomis,”kata Kristiawan.
Untuk
mewujudkan idenya ini, Kristiawan dan Ricky lebih dulu mencari referensinya.
Mereka membutuhkan waktu sekitar satu tahun untuk membuat alatnya sempurna.
Setelah
mendapat apresiasi positif dari dosennya, Androsys ini diikutkan dalam
program kreativitas mahasiswa (PKM). Mereka berhasil mendapat dana Rp 9,5 juta
dari dirjen dikti untuk mengembangkan alatnya. Sayangnya, alat inovatif ini
tidak lolos di pekan ilmiah mahasiswa (Pimnas) 2014. Tetapi mereka tidak patah
arang.
Mereka ikutkan alat itu dalam ajang Internatuonal Invention
Inovation and Design di Universiti Teknologi Mara Segamat, Johor, Malaysia 20
Agustus 2014 lalu.Tanpa diduga Androsys meraih medali emas untuk kategori
inovasi mengalahkan 112 peserta dari Amerika, Swedia, Australia dan tuan rumah
Malaysia. ”Kami satu-satunya peserta dari luar yang meraih emas. Gak nyangka
juga karena inovasi peserta lainnya juga bagus,”aku Ricky sambil tersenyum. Kemenangan
itu tidak membuat mereka puas. Kini mereka tengah mengembangkan helmnya dengan
menambahkan alat pengatur denyut nadi yang lebih mudah disetting. Alat ini
berfungsi untuk mengatur standar normal denyut nadi seseorang. Hal itu penting
karena setiap orang memiliki kenormalan denyut nadi berbeda-beda.
”Selain
itu kami juga sedang membuat agar sensornya bisa diletakkan di pengait helm
sehingga ketika dipakai langsung bisa menempel pada leher sehingga langsung
bisa mendeteksi denyut nadinya,” katanya.
Tak hanya berinovasi, Ricky adn Kristiawan juga suadh
berancang-ancang untuk memasarkan produknya. Hasil perhitungannya produknya ini
bisa dijual seharga Rp 500.000 per unit. Diakui Ricky harga ini cukup terjangkau
karena sensor yang digunakan hanya sensor denyut nadi, bukan sensor gelombang
otak yang sudah ada di penelitian sebelumnya.
Diakui
Ricky, memang sudah ada alat untuk mendeteksi kantuk dengan sensor gekombang
otak. Tetapi alat ini sangat mahal karena sensor gelombang otaknya saja seharga
Rp 10 juta per unit. ”Alat yang kami ciptakna ini sangat murah dan sanagt
praktis,”katanya.
Sunardi
Tjandra, dosen pembimbing inovasi ini mengatakan prestasi yang diraih Ricky dan
Kristiawan ini jauh melebihi targetnya. Dia berharap helm anti kantuk ini bisa
segera dipatenkan.
”Ini
akan terus disempurnakan dan semoga ada generasi-generasi baru yang terus
berinvensi dan berinovasi,”katanya.
Refrensi :
http://www.tribunnews.com/